Biografi dan Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren Attaqwa Menurut K.H. Noer Alie

Indonesia memiliki banyak pahlawan Nasional yang berjuang demi bangsa dan negara, salah satunya adalah K.H. Noer Alie.

K.H. Noer Alie adalah pahlawan Nasional sekaligus sebagai salah satu tokoh pendidikan yang berpengaruh di Indonesia. Atas perannya, beliau juga mendirikan pesantren yang bernama Attaqwa.

Pada masa kemerdekaan, K.H. Noer Alie memimpin laskar-laskar rakyat untuk bertempur merebut kemerdekaan. Bahkan, beliau juga pernah menjadi Komandan Bataliyon Tentara Hizbullah Bekasi.

Kiprah pahlawan Nasional asal Bekasi ini juga diakui oleh para penjajah, sehingga mendapatkan julukan sebagai “Singa Kerawang Bekasi” dan “Si Belut Putih”.

K.H. Noer Alie sebagai pendiri Pondok Pesantren Attaqwa, berawal dari lembaga pendidikan yang mengutamakan pendidikan (Islam), Pondok Pesantren Attaqwa juga berkembang menjadi lembaga pendidikan yang dinilai tidak kalah dengan lembaga pendidikan non-pesantren.

Biografi K.H. Noer Alie

Pada tahun 1914 lahir seorang bayi laki-laki yang diberi nama Noer Alie, yang berarti cahaya yang tinggi. Ibunya bernama Maimunah binti Tarbin dan ayahnya bernama Anwar bin Layu. Ayah beliau merupakan seorang petani, sedangkan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga. Orang tua K.H  Noer Alie tidak pernah mengenyam pendidikan dari Barat. Kedua orang tuanya hanya mendapatkan pendidikan dari Timur yang lebih condong ke pelajaran agama, dan kedua orang tuanya bersekolah di Madrasah dengan pelajaran agama Islam yang dominan dan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar saat belajar.

K.H. Noer Alie merupakan putra ke empat dari H. Anwar dan Hj. Maimunah. Beliau juga mempunyai tiga kakak kandung dan enam adik kandung. Sejak kecil K.H. Noer Alie sudah terlihat memiliki kelebihan yang kelak akan mempengaruhi kepemimpinannya. Ketika bermain, K.H. Noer Alie tidak mau tampil di belakang, tidak mau di iringi, ia selalu ingin unjuk muka sebagai orang pertama meskipun jumlah temannya belasan sampai puluhan.

K.H. Noer Ali belajar kepada ayahnya, Guru Maksum, kemudian melanjutkan belajar pada Guru Mughni di Ujung Malang. Kepada Guru Mughni, ia diajarkan Alfiyah (tata bahasa Arab), Alquran, Tajwid, Nahwu, Tauhid, dan Fiqh. Setelah beliau belajar dengan Guru Mughni, beliau juga belajar di desa Klender Cipinang Muara pada Guru Marzuki, di Klender beliau menganyam pendidikan setingkat dengan Alliyah, dengan mata pelajaran yang sama dengan Guru Mughni, namun materinya lebih di kembangkan dengan menekankan pemahaman.

Lalu K.H. Noer Alie melanjutkan pendidikannya dan belajar agama kepada Syekh Ali Al-Maliki di Makkah. Di sana beliau belajar berbagai macam cabang ilmu agama Islam, dan lebih di fokuskan kepada ilmu Hadits.

K.H. Noer Alie kemudian mendirikan pesantren di kota Bekasi yaitu Pondok Pesantren Attaqwa dengan nama awal yaitu Yayasan Pembangunan Pemeliharaan dan Pertolongan Islam (YP3I) tepatnya pada tahun 1950. Pada tahun 1983 yayasan ini berganti nama menjadi Pondok Pesantren Attaqwa, yang disebabkan dengan adanya upaya peleburan antara lembaga pendidikan formal dan non-formal, dan juga karena adanya pembaharuan pada aspek kurikulum sesuai dengan masyarakat Ujung Harapan Bekasi pada saaat itu.

Ketika sudah berbagai upaya dilakukan K.H. Noer Alie dalam perjuangannya untuk kemerdekaan Indonesia, mencerdaskan bangsa, membangun negara dan mewujudkan perkampungan surga di Ujung Harapan sehingga membuahkan hasil yang sepadan dari perjuangan itu. Pada bulan Mei 1991, K.H. Noer Alie jatuh sakit, beberapa bulan kemudian tepatnya pada 29 Januari 1992 K.H. Noer Alie meninggal dunia di rumahnya.

Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren Attaqwa

Berangkat dari asal usulnya yang fokus pada pendidikan agama Islam, Pondok Pesantren Attaqwa telah mengalami perkembangan menjadi sebuah lembaga pendidikan yang dianggap setara dengan institusi pendidikan non-pesantren. Upaya-upaya menuju perubahan dan modernisasi menjadi hasil dari keberadaan Pondok Pesantren Attaqwa di lingkungan yang terus berkembang menjadi lebih modern. Meskipun demikian, Pondok Pesantren Attaqwa masih menunjukkan adanya batasan-batasan yang nyata. Proses pembaharuan dan modernisasi yang terjadi disusun dengan hati-hati agar tidak mengubah atau mengurangi orientasi dan idealisme pesantren. Oleh karena itu, Pondok Pesantren Attaqwa cenderung tetap mempertahankan tradisinya sebagai lembaga pendidikan agama, sambil menyelaraskan pendidikan umum untuk memenuhi standar nasional.

Meskipun Pondok Pesantren Attaqwa mengalami pembaharuan, lembaga ini tetap memegang teguh nilai-nilai moral seperti kemandirian, kesederhanaan, dan kebersamaan, yang merupakan ciri khas dari pondok pesantren. Hal ini tercermin dalam kurikulum dan metode pendidikan yang diterapkan di Pondok Pesantren Attaqwa.

Pondok Pesantren Attaqwa tetap mempertahankan pembelajaran agama Islam. Meskipun saat ini banyak materi pelajaran umum yang telah diadopsi, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menarik minat, mengembangkan bakat para santri, dan mengangkat prestasi Pondok Pesantren Attaqwa. Kurikulum dan metode pendidikan menciptakan jejak sejarah panjang dalam upaya pembaharuan pendidikan di Pondok Pesantren Attaqwa.

Seperti halnya pengajian yang diperkenalkan oleh K.H. Noer Ali terus berlangsung dan mengalami perkembangan hingga saat ini. Salah satu bentuk pengajian yang masih aktif adalah pengajian Tafsir, di mana beberapa kitab Islam, seperti Tafsir al-Jalalain dan Tafsir al-Misbah, menjadi bahan kajian. Selanjutnya, setiap Sabtu malam Minggu, diadakan pengajian yang dihadiri oleh masyarakat dewan masjid Attaqwa atau warga yang datang dari kejauhan. Acara ini melibatkan ceramah agama, dzikir, tahlil, dan tahmid yang dipimpin oleh pimpinan Pondok Pesantren Attaqwa, yaitu K.H. Nurul Anwar, Lc. Tetapi, setelah K.H. Nurul Anwar, Lc., meninggal dunia, pengajian itu di pimpin oleh guru-guru Pondok Pesantren Attaqwa serta tokoh agama lainnya.

Selain itu, setiap minggu pagi diadakan pengajian khusus bagi wali murid PPA. Acara ini, yang biasanya dilakukan sebulan sekali di Masjid Attaqwa, bertujuan untuk mempererat hubungan sosial antara wali murid dan guru-guru Pondok Pesantren Attaqwa melalui silaturahim.

Pada era 1960-an, K.H. Noer Ali juga mendirikan Badan Zakat dan Wakaf untuk mengelola ekonomi masyarakat Ujung Harapan. Badan ini berada di bawah pengawasan Yayasan Pondok Pesantren Attaqwa dan bertujuan mengelola sumbangan wakaf berupa tanah, bangunan, dan lainnya untuk pembangunan fasilitas ibadah masyarakat Ujung Harapan. Badan zakat bertanggung jawab atas pengelolaan zakat fitrah dan qurban pada perayaan Idul Adha dan Idul Fitri, dengan distribusi keseluruhannya ditujukan kepada masyarakat yang kurang mampu. Tujuan dari semua ini adalah agar warga Ujung Harapan yang kurang mampu dapat merasakan manfaat yang sama seperti masyarakat yang lebih berkecukupan.


Penulis: 

MUHAMAD LUTHFI HARSYA
Mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Lebih baru Lebih lama