Jakarta || jalurseleberiti.com ||
Permohonan eksekusi terhadap termohon FC eksekusi (PT BBB), kembali dilayangkan pihak pemohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada Selasa 20 September 2022, juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Barat telah melakukan pendataan terhadap aset PT BBB.
Kuasa hukum pemohon eksekusi Soedarto Rimbun, S.H., M.H., kepada media mengatakan permasalahan berawal dari pihak termohon eksekusi memiliki hutang kepada pihak ketiga sebesar Rp 943 juta, diakuinya, pada saat penetapan sebenarnya Rp 1,9 miliar, tetapi termohon eksekusi baru membayar Rp 1 Miliar dan sisanya belum dibayar yang merupakan hutang kepada pihak ketiga, sehingga pemohon eksekusi mengajukan eksekusi kembali, seperti dikutip media GAASINDONESIA.COM.
Menanggapi pemberitaan tersebut diatas awak media melakukan konfirmasi dengan Direktur Utama PT BBB, Calon Ginting, S.H.
Ditemui awak media Calon Ginting yang didampingi Penasehat Hukum Dr. Najab Khan, S.H., M.H., mengatakan bahwa gugatan terhadap pihaknya dipicu dari adanya permintaan pihak pemohon eksekusi kepada termohon guna mengembalikan uang investasi Rp 400 juta karena dilihat kurang maju usahanya.Namun dia menggugat Rp.1.943.000.000,- dgn gugatan ke PN Jakarta Barat dgn nomor perkara 647/pdt. G/2015.
Singkat cerita sambung Ginting, permintaan saudara S untuk melakukan perdamaian sebelum putusan, kami sanggupi dengan membayar Rp 1 miliar sesuai kesepakatan, dan kami buat akta perdamaian di notaris.
"Dalam akta perdamaian itu bahwa dengan menerima Rp 1 miliar pihak pemohon tak akan menuntut apapun lagi dengan alasan kurang bayar atau salah satu pihak dirugikan, dan sepakat mengabaikan putusan PN sampai ke tingkat MA, kami merasa heran saja pihak pemohon menagih sisanya, padahal dengan dibayar uang 1 M sebelum putusan PN, adalah uang perdamaian bukan uang angsuran setelah putusan keluar," ungkap Ginting.
Kepada awak media, Ginting, juga mengungkapkan, "coba tanyakan pada kuasa hukum S ini apakah benar ada akta perdamaian Nomor 07/2016 yang dibuat Notaris , apakah benar S sudah menerima uang Rp 1 miliar dari PT BBB sebagai uang perdamaian yg tertuang didalam akte notaris pasal 3 , psl 4 , psl 5 dan psl 6".
Selain itu menurut Ginting, "kan sudah ada perdamaian, kenapa tak dicabut perkara Nomor 647/Pdt.G/2015/PN.JKT.BAR".
Lanjut Ginting, dalam akta perdamaian Pasal 4 Ayat 4 S ini harus mencabut perkara dan sepakat tidak akan menuntut lagi.
"Kenapa masih menuntut agar PT BBB membayar lagi padahal Pasal 5 akta perdamaian berbunyi tak ada lagi saling menuntut," paparnya.
"Dan kenapa mengajukan sita jamin terhadap aset PT BBB kan jelas sudah ada perdamaian yang dibuat aktanya oleh notaris," sambung Ginting.
"Nah apalagi yang kuasa hukumnya tuntut sebenarnya. Ini kan jadi tak jelas, yang kuasa hukum S ini ajukan sita eksekusi kan perkara Nomor: 647/Pdt.G/2015/PN.JKT.BAR, apa hubungan dengan perkara lain, yang jelas kan perkara ini sudah ada perdamaian dan dihadapan notaris," papar Ginting.
Dirut PT BBB Calon Ginting, S.H., tetap mengupayakan untuk menggugat S baik pidana maupun perdata, supaya setiap orang harus tunduk dan menghormati apa yang telah disepakati dalam akta perdamaian.
Sementara saat dikonfirmasi ke Kuasa Hukum S, Soedarto Rimbun, melalui hp nya oleh media, mendapat jawaban belum ada waktu, dan ditanya wartawan lagi apakah bisa wawancara melalui Wa via Hp saja, dijawab tidak bisa.(Zaenal Langgar)