Jakarta- jalurseleberiti.com – Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Peduli Nusantara jakarta berpendapat bahwa didalam industri musik, dari sudut perlindungan hak cipta dibedakan antara komposisi musik/lagu (music composition) dan rekaman suara (sound recordings).
Komposisi musik terdiri dari musik, termasuk di dalamnya syair/lirik. Komposisi musik dapat berupa sebuah salinan notasi atau sebuah rekaman awal (phonorecord) pada kaset rekaman atau CD. Komposer/pencipta lagu dianggap sebagai pencipta dari sebuah komposisi musik.
Sementara itu, rekaman suara (sound recording) merupakan hasil penyempurnaan dari serangkaian suara-suara baik yang berasal dari musik, suara manusia dan atau suara-suara lainnya.
Dianggap sebagai pencipta dari sound recording adalah pelaku/performer (dalam hal pertunjukan) dan atau produser rekaman (record producer) yang telah memproses suara-suara dan menyempurnakannya menjadi sebuah rekaman final.
Hak cipta pada sebuah rekaman suara tidak dapat disamakan dengan, atau tidak dapat menggantikan hak cipta pada komposisi musiknya yang menjadi dasar rekaman suara tersebut.
Dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”), perlindungan hak cipta atas komposisi musik disebut pada Pasal 12 ayat (1) huruf d UU Hak Cipta, sementara perlindungan hak cipta atas rekaman suara disebut pada Pasal 49 ayat (1) dan (2) UU Hak Cipta.
Cover Version dan Pelanggaran Hak Cipta
Cover version atau cover merupakan hasil reproduksi atau membawakan ulang sebuah lagu yang sebelumnya pernah direkam dan dibawakan penyanyi/artis lain.
Tidak sedikit, sebuah lagu cover version bahkan menjadi lebih terkenal daripada lagu yang dibawakan oleh penyanyi aslinya. Karenanya, banyak artis baru mencoba peruntungannya dengan membawakan lagu cover version dengan tujuan agar lebih cepat sukses dan terkenal.
Untuk lagu-lagu cover yang diciptakan untuk tujuan komersial tadi, pencantuman nama penyanyi asli saja pada karya cover tentu tidak cukup untuk menghindari tuntutan hukum pemegang hak cipta.
Agar tidak melanggar hak cipta orang lain, untuk mereproduksi, merekam, mendistribusikan dan atau mengumumkan sebuah lagu milik orang lain, terutama untuk tujuan komersial, seseorang perlu memperoleh izin (lisensi) dari pencipta/pemegang hak cipta sebagai berikut:
1. Lisensi atas Hak Mekanikal (mechanical rights), yakni hak untuk menggandakan, mereproduksi (termasuk mengaransemen ulang) dan merekam sebuah komposisi musik/lagu pada CD, kaset rekaman dan media rekam lainnya; dan atau
2. Hak Mengumumkan (performing rights), yakni hak untuk mengumumkan sebuah lagu/komposisi musik, termasuk menyanyikan, memainkan, baik berupa rekaman atau dipertunjukkan secara live (langsung), melalui radio dan televisi, termasuk melalui media lain seperti internet, konser live dan layanan-layanan musik terprogram.
Royalti atas mechanical right yang diterima dibayarkan oleh pihak yang mereproduksi atau merekam langsung kepada pemegang hak (biasanya perusahaan penerbit musik (publisher) yang mewakili komposer/pencipta lagu).
Sementara pemungutan royalti atas pemberian performing rights pada umumnya dilakukan oleh sebuah lembaga (di Indonesia disebut Lembaga Manajemen Kolektif – “LMK”) berdasarkan kesepakatan antara pencipta dan lembaga tersebut.
WAMI (Wahana Musik Indonesia) dan YKCI (Yayasan Karya Cipta Indonesia) adalah dua dari beberapa LMK di Indonesia yang saat ini aktif menghimpun dan mendistribusikan royalti dari hasil pemanfaatan performing rights untuk diteruskan kepada komposer/pencipta lagu dan publisher.
The National Music Publishers’ Association vs. Fullscreen
Terkait dengan masalah lagu cover, sekitar pertengahan tahun lalu, sekelompok perusahaan penerbit musik di Amerika Serikat (salah satunya adalah Warner/Chappell Music milik Warner Music Group) yang diwakili oleh the National Music Publishers’ Association, menggugat Fullscreen, salah satu perusahaan pemasok video terbesar ke YouTube yang berkantor di Los Angeles, di pengadilan distrik di Manhattan, Amerika Serikat, dengan alasan bahwa banyak dari video-video pasokan Fullscreen, terutama versi cover dari lagu-lagu hits dari artis-artis mereka, melanggar hak cipta mereka.
Fullscreen mengklaim dirinya sebagai perusahaan media generasi baru yang membangun sebuah jaringan global melalui channel-channel di YouTube bekerja sama dengan ribuan kreator konten.
Menurut Fullscreen, 15.000 channel yang mereka wakili total memiliki 200 juta pelanggan dan ditonton lebih dari 2,5 miliar orang per bulannya.
Di antara video-video Fullscreen yang diputar YouTube adalah versi cover dari lagu-lagu hits beberapa artis penggugat, biasanya dibawakan oleh para amatir atau semi profesional, yang ditampilkan tanpa izin publisher dan pencipta lagu serta tanpa membayar royalti. (Arthur)
Dasar Hukum:
Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Baca juga : Rifo Darma Saputra, S.H.,M.M., Terpilih Menjadi Ketua Umum Forum Komunikasi Artis Minang Indonesia (FORKAMI)
Baca juga : Tuntutan Hukum Jika Menyanyikan Lagu Orang Lain Tanpa Izin Penciptanya