Jakarta- mediarakyatnusantara.online,- Gerai Hukum Art & Rekan berpendapat bahwa, Pasal 170 KUHP berada dalam BUKU II tentang Kejahatan dan di BAB V tentang Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum. Perlu dijelaskan lebih dahulu mengapa Pasal 170 ditempatkan dalam Kejahatan terhadap Ketertiban Umum dan apa makna/tafsir penempatan pasal ini dalam BAB V tersebut.
J.M. Van Bemmelen memberikan penjelasan terhadap Pasal 170 bahwa kejahatan yang diatur dalam Pasal 170 merupakan tindak pidana yang ditujukan terhadap penguasa umum, misalnya menyerang polisi yang bertugas saat melakukan demonstrasi atau merusak fasilitas umum.
Di negeri Belanda menurutnya Pasal 170 (= Pasal 141 straftwetboek Belanda) sering digunankan untuk perbuatan dalam rangka unjuk rasa (demonstrasi) yang sering disertai lemparan-lemparan batu ke arah petugas yang sedang menjaga demonstrasi tersebut atau yang sedang menjaga keamanan.
Dalam konteks Indonesia Pasal ini pun ditujukan kepada mereka-mereka yang melakukan demonstrasi lalu menyerang petugas, merusak fasilitas umum dan mengganggu keamanan publik. Jadi pasal ini dirancang untuk melindungi masyarakat umum, menjaga ketertiban umum dan berlangsung di dalam ruang publik.
Penempatan Pasal 170 dalam BAB V sebagai delik “Kejahatan terhadap Ketertiban Umum”, maka dimaknai sebagai tujuan utama perbuatan tersebut adalah mengganggu ketertiban umum, sehingga harus bisa dibuktikan kejahatan yang dilakukan untuk membuat suasana tidak aman. Adanya orang yang luka atau mati serta rusaknnya barang-barang bukanlah tujuan utama dari Pasal 170 ini, melainkan akibat dari perbuatan menggunakan kekerasan secara bersama-sama.
Kejahatan terhadap ketertiban umum secara garis besarnya adalah sekumpulan kejahatan-kejahatan yang menurut sifatnya dapat menimbulkan bahaya terhadap keberlangsungan hidup masyarakat dan dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap ketertiban di dalam lingkungan masyarakat. Kejahatan terhadap ketertiban umum di dalam m.v.t (memory van toelichting) diartikan sebagai kejahatan yang sifatnya dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan masyarakat dan dapat menimbulkan gangguan bagi ketertiban alamiah dalam masyarakat.
Bahkan Van Bemmelen dan Van Hattum menegaskan kejahatan terhadap ketertiban umum untuk menjaga berfungsinya masyarakat dan negara.
Contoh kongkrit, kejahatan terhadap ketertiban umum sebagaimana diatur dalam KUHP adalah : Penodaan terhadap bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, dan lambang negara; Menyatakan perasaan permusuhan terhadap pemerintah; Menyatakan perasaan permusuhan terhadap golongan tertentu; Menghasut di muka umum umum yang menimbulkan kekacauan.
Secara doktrin, dan yang dianut KUHP Indonesia dan juga KUHP Belanda, maka tindak pidana yang ada saat ini diatur KUHP dibagi menjadi tiga bagian yaitu
Bagian I :
Tindak pidana terhadap negara.
Bagian II tindak pidana terhadap masyarakat.
Bagian III tindak pidana kepada pribadi.
Pembagian ini sesuai dengan pembagian kepentingan kelompok yang ingin dilindungi oleh KUHP.
Pasal 170 KUHP dimaknai sebagai perlindungan hukum kepentingan masyarakat dari gangguan ketertiban dan bukan dimaksudkan melindungi kepentingan individu.
Dalam memorie van toelichting (mvt) malah disebutkan bahwa delik ini ditujukan kepada kelompok-kelompok yang secara terang-terangan ingin mengganggu ketertiban publik bukan untuk melukai orang-orang per orang atau petugas yang sedang melaksanakan tugasnya.
Terjadi luka dan kerusakan adalah ekses dari perbuatan itu. Pada intinya harus ditemukan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh gerombolan atau kelompok tersebut ingin mengacau atau membuat ketidaknyamanan dalam masyarakat luas.
Delik ini ditujukan untuk membuat suasana tidak aman, sehingga jika terjadi timbulnya luka, kematian, kerusakan maka tanggung jawab atas kejadian tersebut ada pada individu yang melakukan perbuatan tersebut, sehingga masing-masing peserta dari rombongan tersebutlah yang bertanggung jawab secara sendiri-sendiri beserta akibat-akibatnya tidak dipertanggungjawabkan kepada orang yang tidak melakukan perbuatan tersebut.
Hal ini dimaksudkan agar orang yang tidak melakukan perbuatan pengrusakan dan bentuk serangan lainnya tidak dipidana.
Pasal ini harus dibedakan dengan Pasal 358 KUHP.
Pasal 385 KUHP terletak di BUKU II tentang Kejahatan dan berada di BUKU XX tentang Penganiayaan.
Pasal ini juga Pasal penyerangan atau perkelahian yang dilakukan oleh gerombolan atau kelompok yang ditujukan kepada individu tertentu atau bahkan petugas tertentu dan tidak dimaksudkan untuk mengganggu ketertiban atau keamanan publik. Sejak awal kelompok ini punya niat ingin melakukan serangan kepada orang tertentu secara bersama-sama dan bukan ingin membuat kekacauan dan keamanan umum.
Tujuannya dari perbuatan ini adalah nyata-nyata ingin merusak, ingin menganiaya yang bisa menimbulkan luka berat atau kematian.
Unsur-Unsur Pasal 170 KUHP
Sebelumnya menjelaskan unsur-unsur Pasal 170, maka dijelaskan lebih dahulu tentang isi Pasal 170 yang dikutip dari buku R. Soesilo, sebagai berikut :
Barangsiapa yang dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan;
Tersalah dihukum :
1e. dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika ia dengan sengaja merusakkan barang atau jika kekerasan yang dilakukkannya itu menyebabkan sesuatu luka;
2e. dengan penjara selama-lamanya Sembilan tahun, jika kekerasan itu menyebabkan luka berat pada tubuh
3e. dengan penjara selama-lamanya dua belas tahun, jika kekerasan itu menyebabkan matinya orang.
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua tindak kekerasan (tindak pidana) yang dilakukan secara bersama-sama dapat menggunakan Pasal 170 KUHP.
Kualifikasi dari delik ini adalah untuk mengganggu ketertiban umum, artinya harus bisa dibuktikan bahwa para pelaku yang melakukan tindak pidana pidana punya niat ingin membuat kakacauan sehingga menimbulkan rasa takut pada masyarakat.
Untuk membuat gangguan keamanan pada masyarakat ini, ada sekolompok orang atau beberapa orang yang melakukan perbuatan yang menimbulkan luka atau kematian atau kerusakan pada barang-barang di tempat umum. Jadi timbulnya kerusakan, luka atau kematian bukanlah tujuan utama dari delik ini.
Dengan demikian, proses pembuktiannya adalah harus bisa ditemukan rangkaian perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang.
Rangkaian perbuatan tersebut bersifat logis, dan rasional.
(Arthur)