Jakarta - mediarakyatnusantara.online,- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) untuk mengantisipasi dan meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi La Nina dan potensi bencana hidrometeorologi, Jum'at (29/10).
Dalam Rakornas yang diselenggarakan secara virtual tersebut, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan ancaman La Nina yang berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi berupa banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, dan sebagainya.
Dwikorita meminta Pemerintah Daerah serius menanggapi peringatan dini La Nina yang dikeluarkan BMKG guna meminimalisir dampak dan kerugian yang lebih besar. Pemerintah Daerah, kata dia, harus menyiapkan rencana aksi hadapi La Nina.
"Mohon kepada daerah untuk tidak menyepelekan peringatan dini La Nina ini. Jangan sampai melupakan upaya mitigasi dan fokus pada penanggulangan pasca kejadian. Mitigasi yang komprehensif akan bisa menekan jumlah kerugian dan korban jiwa akibat bencana hidrometeorologi," ungkap Dwikorita.
Sebelumnya, BMKG telah menyampaikan Peringatan Dini untuk WASPADA datangnya La-Nina menjelang akhir tahun ini. Berdasarkan monitoring terhadap perkembangan terbaru dari data suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur, menunjukkan bahwa saat ini nilai anomali telah melewati ambang batas La Nina, yaitu sebesar -0.61 pada Dasarian I Oktober 2021. Kondisi ini berpotensi untuk terus berkembang menjadi La Nina yang diprakirakan akan berlangsung dengan intensitas lemah - sedang, setidaknya hingga Februari 2022.
Dwikorita menyebut, statistik kebencanaan saat ini didominasi oleh peristiwa-peristiwa bencana yang terkait dengan cuaca/iklim. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tahun 2019 hingga 2020, kejadian bencana angin ribut/puting beliung, banjir, longsor dan kekeringan mencapai 79% dan 83% dari total bencana yang tercatat.
Hal tersebut menegaskan bahwa kesiapsiagaan mutlak diperlukan atas jenis bencana ini karena frekuensi kejadiannya yang sangat dominan. Tentu saja, sebagian dari bencana alam tersebut tidak bisa kita cegah, namun resiko kerugiannya dapat kita kurangi melalui upaya yang massif, koordinasi yang efektif dan sinergi yang baik antar kementerian/lembaga.
"Peringatan dini yang dikeluarkan bukan untuk menakut-nakuti, melainkan jeda waktu yang bisa dimanfaatkan utnuk mempersiapkan segala sesuatunya, mengingat fenomena cuaca dan iklim bisa diprakirakan," ujarnya.
Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan, meskipun La Nina tahun ini tidak sama persis dengan kejadian tahun 2021 lalu, karena lebih lambat kemunculannya, namun anomali curah hujan yang tercatat dapat menjadi referensi dalam melakukan upaya-upaya untuk mengurangi resiko yang mungkin terjadi.
"Rakornas ini dimaksudkan untuk mewujudkan efektifitas kecepatan dan ketepatan dalam mitigasi serta pencegahan korban jiwa dan kerugian, akibat dari bahaya hidrometeorologi melalui penguatan sinergi dan koordinasi dengan berbagai pihak," lanjutnya.
Rapat Koordinasi Nasional ini melibatkan sejumlah Kementerian/Lembaga terkait diantaranya, Kementerian Koordinator Bidang Maritiim dan Investasi, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PUPR,Kementerian Pertanian, Kementerian Sosial, Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Hadir dalam acara Rakornas Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri Koordinator Bidang PMK, Menteri PUPR, Menteri Perhubungan, Wakil Menteri LHK, Kepala BNPB, Gubernur DKI Jakarta, dan Gubernur Jawa Tengah. (red)